Saturday, 24 September 2011

MASALAH BANGUNAN KUBURAN DAN ZIARAH KUBUR



Bangunan Kuburan




            Diharamkan membuat kuburan dalam bentuk bangunan, jika status tanah pekuburannya adalah tanah wakaf untuk pekuburan. Kuburan cukup diberi batu di bagian kepala mayyit dan di bagian kaki mayyit, sehingga diketahui oleh orang yang datang untuk berziarah. Namun jika status tanah pekuburannya adalah milik perorangan,  tidak haram hukumnya membangun kuburan dengan seizin pemilik tanah, hukumnya hanya makruh saja.



            Maksud dari diharamkannya membangun kuburan di tanah wakaf adalah bahwa hal itu bisa mempersempit areal pekuburan bagi kaum muslimin yang lain untuk dikuburkan di sana, karena jika ada bangunan di salah satu kuburan akan sulit bagi mereka membongkarnya untuk menguburkan mayit lain di sana. Kecuali jika ada keadaan darurat seperti jika daerah pekuburan tersebut rawan binatang buas yang biasa menggali kuburan dan memakan jasad mayit atau ada kekhawatiran kuburan akan diisi dengan mayit lain sebelum jasad mayit yang lama punah, dalam keadaan seperti ini membangun kuburan hukumnya boleh (Ja-iz).




Ziarah Kubur



            Ziarah kubur adalah sesuatu yang diperbolehkan dalam agama. Larangan berziarah kubur telah dihapus oleh hadits Nabi:


" كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها "


Maknanya : "Dulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur, sekarang berziarahlah ke kuburan".


 


Bahkan Rasulullah menganjurkan untuk melakukan ziarah  kubur dengan menjelaskan hikmahnya:


" زوروا القبور فإنها تذكركم بالآخرة " رواه البيهقي


Maknanya : "Berziarahlah kalian ke kuburan, sungguh hal itu akan mengingatkan kalian kepada akhirat" (H.R. al Bayhaqi)



            Sedangkan hadits riwayat at-Tirmidzi bahwa Rasulullah melaknat wanita-wanita yang berziarah kubur, maksudnya adalah mereka yang berziarah dengan disertai dengan an-Niyahah (menjerit dengan meratap karena musibah kematian) dan an-Nadb (menyebut-nyebut kebaikan mayyit dengan suara yang keras dengan mengatakan: oh pelindungku! dan semacamnya) dan semacamnya. Sedangkan ziarah kubur bagi perempuan tanpa ada unsur-unsur tersebut hukumnya adalah boleh menurut sebagian ulama dan makruh menurut sebagian yang lain.



            Ziarah kubur pada malam hari hukumnya adalah sunnah karena telah diriwayatkan dengan sahih bahwa Rasulullah pergi berziarah ke al Baqi' di malam hari dan beristighfar untuk ahli kubur (H.R. Muslim). Hal yang dimakruhkan adalah bermalam di kuburan. Bermalam artinya berada di kuburan hingga fajar tiba atau menghabiskan kebanyakan malam di kuburan. Sedangkan berada di kuburan di malam hari untuk satu atau dua jam untuk i'tibar (mengambil pelajaran) hukumnya adalah sunnah.




Ziarah Kubur pada Hari Raya


 


            Sebagian orang menganggap tradisi masyarakat yang melakukan ziarah kubur pada hari raya sebagai bid'ah muharramah (bid'ah yang diharamkan). Padahal tidak ada satu hadits-pun yang melarang hal tersebut. Hadits yang menganjurkan untuk berziarah kubur adalah hadits yang umum tanpa ada batasan waktu yang diperbolehkan atau dilarang. Jadi kapan-pun orang berziarah ke kuburan hukumnya adalah boleh, termasuk pada hari raya. Bahkan Sayyidina 'Ali ibn Abi Thalib mengatakan :



" من السنة زيارة جبانة المسلمين يوم العيد وليلته "


"Di antara sunnah Nabi adalah berziarah ke kuburan kaum muslimin di siang hari raya dan malamnya".




Hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang saat Ziarah Kubur



            Dimakruhkan dengan sangat duduk di atas kuburan, menginjak kuburan dengan kaki tanpa ada kebutuhan, jika ada kebutuhan tidak dimakruhkan menginjak kuburan. Ini kalau memang tidak terdapat tulisan yang diagungkan di  atas kuburan.



            Diharamkan thawaf (mengelilingi) kuburan para wali seperti yang dilakukan oleh sebagian orang di kuburan al Husein di Mesir. Melainkan yang seyogyanya dilakukan adalah berdiri di hadapan bagian kepala mayit, mengucapkan salam kepadanya lalu berdoa kepada Allah dengan mengangkat tangan atau tanpa mengangkat tangan.



            Meletakkan tangan di dinding kuburan hukumnya boleh. Sebagian ulama madzhab Syafi'i menganggap makruh hal itu. Sedangkan al Imam Ahmad ibn Hanbal mengatakan kalau tujuannya adalah untuk tabarruk boleh dan tidak bermasalah; yakni jika peziarah meyakini bahwa tidak ada yang menciptakan manfaat dan menjauhkan dari mudlarat kecuali Allah dan tujuannya adalah agar Allah menjadikan ziarahnya kepada seorang wali tersebut sebagai sebab mendapatkan manfaat dan dijauhkan dari mudlarat.


Rujukan: E-Book Masa-il Diniyah oleh Kholil Abou Fateh

1 comment: