Pasal III
Memilih Guru, Teman dan Ketabahan (Bag. 1)
Sebaiknya, penuntut ilmu itu hendaknya memilih ilmu yang lebih baik, dan ilmu yang sedang dibutuhkan dalam urusah agamanya, kemudian ilmu itu dibutuhkan di masa-masa mendatang. Ilmu yang dibutuhkan dalam agama untuk diamalkan, maksudnya ilmu yang difardlukan melakukannya pada setiap saat seperti shalat. Dan ilmu yang dibutuhkan pada masa mendatang seperti ilmu yang dibutuhkan pada masa mendatang dengan syarat bagi orang yang telah mampu, seperti haji dan zakat. Kemudian mendahulukan Ilmu Tauhid untuk berma'rifat kepada Allah Ta'ala dengan dalil yang nyata dan tidak bertaklid. Demikian karena Ilmu Tauhid merupakan azas seluruh ilmu. Sebab sekalipun orang yang bertaklid tanpa mengetahui dalil itu imannya juga sah, tetapi ia masih terkena sifat dosa lantaran tidak mau berusaha mengetahui dalil. Berbeda dengan golongan Mu'tazilah (Kelompok pemuja akal), maka menurut mereka iman orang yang taklid tidak mengetahui dalil itu tidak sah. Sebab Allah Ta'ala memberikan kenikmatan akal kepada para manusia adalah untuk mencari dalil atas adanya Allah, ke-Esaan-Nya, dan sifat-sifat-Nya. Maka jika ia mampu mencari dalilnya tentu mendatangkan kesyukuran atas nikmat akal, sedangkan kufur terhadap nikmat ia menjadi berdosa.
Ilmu yang utama adalah ilmu yang ada dahulu, yaitu ilmu Nabi Muhammad SAW., ilmu para sahabatnya, ilmu para Tabi'in dan Tabi'it Tabi'in, dan bukan ilmu yang baru yaitu yang belum ada pada masa mereka tetapi dibicarakan sesudah mereka dalam suatu abad. Seperti ilmu logika, ilmu hikmah dan ilmu khilaf. Para Ulama berkata : "Tetaplah kamu semua pada ilmu yang lebih tua umurnya, jauhilah ilmu-ilmu yang baru muncul yang dapat merugikan kamu, dan janganlah kamu memilih ilmu berdebat yang munculnya setelah wafatnya para ulama. Sebab ilmu debat dan perselisihan itu dapat menjauhkan para penuntut ilmu dalam : memahami Fiqih ; dapat menyia-nyiakan umur ; mengeraskan hati dan menimbulkan permusuhan serta termasuk sebagian dari tanda-tanda kiamat.”Juga dapat menjadikan terhapusnya ilmu, khususnya Ilmu Fiqih. Hal ini telah diterangkan dalam Hadits.
Adapun memilih guru, sebaiknya penuntut ilmu hendaknya memilih guru yang lebih alim dan wira'I (menjaga diri dari sesuatu yang meragukan) serta lebih tua usianya. Sebagaimana Imam Abu Hanifah di masa belajarnya memilih seorang guru Syekh Hammad bin Abi Suleiman setelah beliau benar-benar merenung dan berpikir. Beliau memilih guru dari kalangan seorang Ulama yang paling alim pada zamannya dan lebih tua usianya serta wira'i.
Imam Abu Hanifah mengatakan : "Saya mendapatkan beliau itu karena Syekh Hammad bin Abi Sulaiman adalah seorang guru yang tertua, berpengalaman dan senior, rajin dan teliti, berjiwa sosial dan penyabar." Katanya pula : "Saya tetap berguru dengan Syekh Hammad bin Abi Sulaiman, dan saya tidak pernah berpindah-pindah hingga saya menjadi seorang Mujtahid," Beliau juga berkata : "Saya pernah menjumpai seorang ulama yang cerdik dan bijaksana dari Samarkand, ia telah berkata : "Pada suatu hari saya menerima seorang yang meminta bimbingan dan pertimbangan kepadaku tentang belajar. Adapun tujuan seorang tadi adalah akan merantau menuntut ilmu ke negeri Bukhara." Lalu beliau memberikan nasehat dan bimbingan kepadanya. Demi pentingnya musyawarah dalam satu urusan. Maka apabila umat Islam menghadapi suatu persoalan, hendaknya dipecahkan dengan cara bermusyawarah. Sebab Allah Wala telah memerintahkan Rasulullah s.a.w. untuk bermusyawarah dalam segala urusan, sebagaimana firman-Nya :
Artinya :
"Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." (QS. 3 Ali Imran : 159).
Dengan bermusyawarah maka mereka dapat mengeluarkan pendapatnya, sehingga apa yang menjadi ganjalan dalam jiwanya menjadi bersih. Bermusyawarah di sini maksudnya termasuk dalam urusan peperangan dan halhal duniawiah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lain. Demikian pentingnya bermusyawarah, padahal tidak ada orang yang lebih cerdik daripada Rasulullah, sekalipun demikian beliau tetap diperintahkan untuk bermusyawarah. Beliaupun bermusyawarah dengan para Sahabatnya dalam urusan apa saja, sampai urusan kebutuhan rumah. Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah berkata : "Tidak akan mengalami kehancuran seseorang yang telah bermusyawarah."
Sementara Ulama mengatakan, bahwa orang itu dapat diklasifikasikan dalam tiga katagori yaitu :
1. Orang yang sempurna.
Yaitu orang yang mempunyai pendapat yang benar, dan mau bermusyawarah.
2. Setengah orang. Yaitu orang yang mempunyai pendapat yang benar tetapi tidak mau bermuyawarah. Atau mau bermusyawarah, tetapi tidak mempunyai pendapat yang benar.
3. Tidak tergolong Orang.
Yaitu orang yang sama sekali tidak mempunyai pendapat yang benar dan sama sekali tidak mau bermusyawarah.
Al Imam Ja'far Shadiq pernah berkata kepada Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah : "Musyawarahkanlah segala urusanmu kepada orang-orang yang takut kepada Allah Ta'ala yaitu para Ulama, sebagaimana firman-Nya :
Artinya :
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya, hanyalah Ulama." (QS. 35 Faathir : 28).
Mereka adalah para Ulama yang bertakwa kepada Allah, jika bermusyawarah dengan mereka maka mereka menyampaikan alternatif pemecahan dengan baik dan menunjukkan pada kebenaran dan kedamaian dengan potensi ilmunya. Menuntut ilmu termasuk urusan yang lebih utama dan sulit. Maka bermusyawarah dalam menuntut ilmu adalah lebih penting dan wajib.
Seorang Hakim Samarkand memberikan nasehat kepada seseorang : "Jika anda berangkat dan sampai Bukhara, maka jangan tergesa-gesa berguru dengan guru-guru yang ada di sana. Tapi sabarlah dulu sampai kira-kira dua bulan, untuk berkonsentrasi memilih guru, sekalipun mungkin kurang dari dua bulan sudah dapat mengambil keputusan memilih guru. Pilihlah seorang guru yang kira-kira cocok dalam memberikan pelajaran. Sebab kalau sudah terlanjur menghadap seorang guru dan menerima pelajaran sedangkan anda kurang cocok dengan methodenya, maka boleh jadi anda akan berpindah pada guru yang lain. Padahal yang demikian ini menjadikan anda tidak berkah dalam belajar. Maka berpikirlah masak-masak selama dua bulan itu untuk memilih guru, dan mintalah saran kepada orang-orang yang dipandang perlu, sehingga anda tidak akan berpindah-pindah. Setelah anda berhasil memperoleh seorang guru, barulah anda menghadap dan minta pelajaran langsung kepadanya, agar anda memperoleh keberkahan dan kesuksesan dalam belajar, sehingga ilmu yang anda peroleh banyak bermanfa'at.
Bersambung ke bagian 2...
Pasal III
Memilih Guru, Teman dan Ketabahan (Bag. 2)
Ketahuilah, bahwa kesabaran dan ketabahan merupakan unsur terpenting dalam segala urusan. Namun sangat sedikit yang mau melakukannya. Sebagaimana dikatakan dalam sya'ir :
Artinya :
"Setiap orang bercita-cita agar dapat mencapai derajat yang tinggi tetapi sayang, sedikit sekali yang tahan uji."
Maksudnya bahwa kebanyakan orang berlomba-lomba untuk memperoleh kedudukan yang tinggi. Tetapi sedikit sekali sekelompok orangorang tahan uji dengan tetap berupaya untuk mencapai kedudukan yang tinggi dengan segala sarana yang harus ditempuh. Maka dari itu kebanyakan mereka tidak sampai pada derajat yang tinggi yang mestinya dapat ditempuh dengan sabar dan tahan uji.
Tentang keutamaan sabar dikatakan, bahwa kesabaran itu berkaitan dengan keberanian. Keberanian bukan dengan kekuatan fisik. Tetapi berkaitan dengan kesabaran dan ketabahan serta kesulitan dan cobaan. Maka sebaiknya penuntut ilmu tetap tabah dan sabar pada seorang guru dan satu kitab, sehingga tidak akan meninggalkannya agar dapat berhasil dengan sempurna. Dan tetaplah pada satu bidang ilmu dari berbagai macam bidang ilmu dan tidak sibuk pada bidang yang lain sampai bidang ilmu yang pertama benar-benar dikuasai. Seperti hanya menekuni Ilmu Fiqih saja lebih dahulu dan tidak berpindah-pindah bidang yang lain sampai sukses dengan sempurna. Jangan pula berpindah dari suatu negara ke negara yang lain kecuali jika terpaksa harus berpindah maka tidak ada jeleknya. Karena tidak mau menyempurnakan penguasaan satu kitab dan satu bidang ilmu serta berpindah ke negara lain tanpa darurat itu hanya membuang-buang umur, merepotkan hati, menyia-nyiakan waktu dan menyakitkan guru.
Maka penuntut ilmu sebaiknya tetap tabah dan sabar menahan kehendak hawa nafsunya yang mengajak pada kelezatan nafsu. Seorang penya'ir mengatakan :
Artinya :
"Sesungguhnya hawa nafsu itu keadaannya remeh dan hina ; adapun orang yang kalah dengan desakan nafsu berarti terdesak kehinaan."
Maksudnya bahwa hawa nafsu dan kecintaan adalah remeh clan hina keadaannya. Artinya bahwa hawa nafsu itu dapat menjerumuskan orangnya dalam kehinaan karena melakukan kehendak nafsu yang membawa dampak kerendahan clan keremehan dan membawa beban kehinaan. Sedangkan orang yang kalah dengan desakan nafsu berarti is terdesak kehinaan.
Dalam menuntut ilmu hendaklah tetap tabah dan sabar dalam menghadapi berbagai macam bahaya dan ujian mental yang muncul dalam menuntut ilmu. Sebab gudang kesuksesan adalah di dalam menghadapi cobaan. Maka siapa yang ingin berhasil maksud dan tujuan menuntut ilmu harus bersabar menghadapi banyaknya cobaan. Saya pernah dibacakan sya'ir Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kan-amallahu Wajhah :
Artinya :
- Ingatlah, kamu tidak akan memperoleh ilmu pengetahuan kecuali dengan enam perkara ; yang akan kujelaskan semua kepadamu secara ringkas.
- Yaitu : kecerdasan, cinta kepada ilmu, kesabaran, bekal biaya, petunjuk guru, dan masa yang lama.
Maksudnya bahwa penuntut ilmu tidak akan berhasil kalau tidak memenuhi enam faktor yaitu :
1. Cerdas, yaitu cepatnya kecerdikan.
2. Cinta untuk menghasilkan ilmu.
3. Bekal biaya, kecukupan rizki dalam penghidupan sehingga tidak menggantungkan orang lain yang dapat menggelisahkan hati.
4. Bersabar alas ujian mental dan cobaan yang dihadapi.
5. Petunjuk guru yang mengarahkan pada kebenaran.
6. Masa yang lama, maksudnya dalam belajar membutuhkan waktu yang lama dan tidak dapat berhasil dalam waktu sebentar.
Adapun untuk memilih teman, maka pilihlah seorang yang rajin, wira'i (memelihara diri dari yang haram), bertabi'at benar, dan saling pengertian.
Jauhilah teman yang malas, suka nganggur, banyak bicara suka ngobrol, pengrusak dan tukang fitnah. Sebagaimana dikatakan dalam sya'ir :
Artinya :
- “Jika kamu akan mengetahui keadaan seseorang kamu tidak usah bertanya padanya, tapi cukuplah kamu lihat temannya ; sebab dengan teman ia dapat ikut.
- Jika temannya seorang yang jahat, maka jauhilah ia cepat-cepat ; jika ia baik maka kumpulilah siapa tahu kamu mendapat petunjuk."
Maksudnya bahwa untuk mengetahui keadaan seseorang apakah ia orang shalih atau jahat, anda tidak usah bertanya padanya. Tetapi cukup melihat siapa yang menjadi temannya dan sahabatnya. Sehingga anda akan tahu dengan sendirinya bagaimana keadaannya. Sebab dengan teman ia dapat terpengaruh mengikuti tingkah lakunya, perbuatannya dan ucapannya. Jika temannya orang jahat maka hendaklah cepat-cepat anda jauhi, sebab kejahatannya dapat berpengaruh sehingga ikut melakukannya. Dan jika ia baik maka kumpulilah agar mendapat petunjuk dan kemanfa'atannya.
Syair di bawah ini pernah dibacakan padaku :
Artinya :
- Janganlah kamu berteman dengan pemalas dalam prilakunya ; banyak orang shalih yang akhirnya rusak akibat berteman orang jahat.
- Menjalarnya orang jahat kepada orang yang baik itu cepat sekali ; bagaikan padamnya bara api yang diletakkan di atas abu.
Maksudnya jangan berteman dengan orang yang malas prilakunya dan dalam menggunakan waktunya, sebab banyak orang shalih yang akhimya menjadi rusak dengan pengaruhnya. Dan menjalarnya orang jahat kepada orang yang baik itu sangat cepat, seperti padamnya bara api yang diletakkan di atas abu. Jadi seperti cepatnya bara api yang diletakkan di atas abu, maka terus menjadi padam. Sifat bara api yang diletakkan itu diibaratkan seperti firman Allah Ta'ala :
Artinya : "Seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.”
(QS. 62 Al Jumu'ah : 5).
Nabi Muhammad S.a.w. bersabda :
Artinya :
"Setiap anak yang dilahirkan adalah dalam keadaan kesucian Islam, kecuali jika kedua orang tuanya menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi." (Al Hadits).
Dalam berteman juga diterangkan dalam kata-kata hikmah berbahasa Persi :
Artinya :
- Sesungguhnya kawan yang jelek itu lebih jelek dan berbahaya dari pada ular yang berbahaya ; Demi hak Zat Allah yang Maha Luhur dan Maha Suci.
- Sesungguhnya kawan yang jahat dapat menjerumuskan kamu di tengah jurang neraka Jahim ; Maka carilah teman yang shalih, kamu akan sukses di syurga Na'im.
Dikemukakan pula dalam sya'ir :
Artinya :
- Jika anda hendak menuntut ilmu dari ahlinya, atau ingin mengetahui karakter seseorang dari jauh.
- Cukuplah anda lihat dan anda ketahui temannya ; sebagaimana anda mengetahui nama-nama yang ada di permukaan bumi.
http://www.mypesantren.com/wiki/item/pasal-iii-memilih-guru-teman-dan-ketabahan-bag-1
http://www.mypesantren.com/wiki/item/pasal-iii--memilih-guru-teman-dan-ketabahan-bag-2
[...] Memilih Guru, Teman dan Ketabahan [...]
ReplyDelete