Senarai Terkini CD Baba Ismail Sepanjang.
via Senarai Terkini CD Baba Ismail Sepanjang.
Thursday, 19 March 2015
Monday, 9 March 2015
Kesungguhan Ulama Menuntut Ilmu
Kesungguhan Ulama Menuntut Ilmu
[1] Syeikh Abu Ishaq asy-Syirazi (393H-476H) menyatakan bahawa beliau mengulangkaji setiap matapelajaran yang dipelajari sebanyak seratus kali. Kadangkala sebanyak seribu kali! Ketika beliau meringkaskan kitab at-Tanbih daripada ta'liq guru beliau Syeikh Abu Hamid al-Isfaroyini (344H-406H) yang berjumlah sebanyak 18 jilid, maka beliau akan bersembahyang dua rakaat sebelum menulis setiap fasal daripada kitab berkenaan dengan niat supaya Allah Ta'ala memberikan manfaat kepada orang-orang yang membaca kitab tersebut.
[2] Syeikh Ibnu Hajar al-Haitami (909H-974H) ketika menuntut di al-Azhar asy-Syarif tidak pernah menjamah daging selama empat tahun. Beliau juga sering ditimpa kelaparan dan kesusahan yang jarang-jarang mampu ditanggung oleh orang-orang yang biasa. Namun cuba lihat hasil ilmu beliau. Subhanallah, menakjubkan!
[3] Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (1232H-1304H) mengulangkaji setiap matapelajaran yang beliau pelajari sebanyak enam belas kali serta menghafalnya sebanyak empat kali.
[4] Syeikh Abdullah bin Abdur Rahman Bal Haj (850H-918H) mengulangkaji pelajaran sebanyak 20 kali kemudian menghafalnya sebanyak lima kali.
[5] Syeikh Ahmad bin Musa bin 'Ujail al-Yamani (wafat tahun 690H) membaca kitab ar-Risalah karangan Imam asy-Syafi'i sebanyak 500 kali. Kita berapa kali baca buku kuliah? Membaca pun malas..
[6] Syeikh Fadhol bin Abdullah Ba Fadhol membaca Sohih al-Bukhori sebanyak 1000 kali. Kita yang hanya membaca Sohih al-Bukhori sekali, boleh ke nak berlagak? Itupun baca semata tapi tak faham tiba-tiba mendakwa kononnya sebagai pakar hadith?? Sanad pun tiada. Huh.. Sengal je..
[7] Sayyid al-Mujtahid al-Imam Muhammad bin 'Alawi bin Ahmad bin al-Faqih al-Muqaddam (wafat tahun 767H) membaca kitab-kitab pengajian beliau sepanjang malam. Apabila beliau merasa mengantuk, maka beliau akan keluar ke tepi pantai untuk mengulang-ulang hafalannya.
Dipetik daripada kitab al-Manhaj as-Sawiyy Syarh Usul Toriqoh as-Sadah Ali Ba 'Alawi karangan al-'Allamah al-Habib Sayyid Zain bin Ibrahim bin Sumait al-Husaini
[1] Syeikh Abu Ishaq asy-Syirazi (393H-476H) menyatakan bahawa beliau mengulangkaji setiap matapelajaran yang dipelajari sebanyak seratus kali. Kadangkala sebanyak seribu kali! Ketika beliau meringkaskan kitab at-Tanbih daripada ta'liq guru beliau Syeikh Abu Hamid al-Isfaroyini (344H-406H) yang berjumlah sebanyak 18 jilid, maka beliau akan bersembahyang dua rakaat sebelum menulis setiap fasal daripada kitab berkenaan dengan niat supaya Allah Ta'ala memberikan manfaat kepada orang-orang yang membaca kitab tersebut.
[2] Syeikh Ibnu Hajar al-Haitami (909H-974H) ketika menuntut di al-Azhar asy-Syarif tidak pernah menjamah daging selama empat tahun. Beliau juga sering ditimpa kelaparan dan kesusahan yang jarang-jarang mampu ditanggung oleh orang-orang yang biasa. Namun cuba lihat hasil ilmu beliau. Subhanallah, menakjubkan!
[3] Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (1232H-1304H) mengulangkaji setiap matapelajaran yang beliau pelajari sebanyak enam belas kali serta menghafalnya sebanyak empat kali.
[4] Syeikh Abdullah bin Abdur Rahman Bal Haj (850H-918H) mengulangkaji pelajaran sebanyak 20 kali kemudian menghafalnya sebanyak lima kali.
[5] Syeikh Ahmad bin Musa bin 'Ujail al-Yamani (wafat tahun 690H) membaca kitab ar-Risalah karangan Imam asy-Syafi'i sebanyak 500 kali. Kita berapa kali baca buku kuliah? Membaca pun malas..
[6] Syeikh Fadhol bin Abdullah Ba Fadhol membaca Sohih al-Bukhori sebanyak 1000 kali. Kita yang hanya membaca Sohih al-Bukhori sekali, boleh ke nak berlagak? Itupun baca semata tapi tak faham tiba-tiba mendakwa kononnya sebagai pakar hadith?? Sanad pun tiada. Huh.. Sengal je..
[7] Sayyid al-Mujtahid al-Imam Muhammad bin 'Alawi bin Ahmad bin al-Faqih al-Muqaddam (wafat tahun 767H) membaca kitab-kitab pengajian beliau sepanjang malam. Apabila beliau merasa mengantuk, maka beliau akan keluar ke tepi pantai untuk mengulang-ulang hafalannya.
Dipetik daripada kitab al-Manhaj as-Sawiyy Syarh Usul Toriqoh as-Sadah Ali Ba 'Alawi karangan al-'Allamah al-Habib Sayyid Zain bin Ibrahim bin Sumait al-Husaini
Kenapa Ziarah Maqam Awliya' ? - Habib Umar
Ada seorang yang berpaham Wahabi bertanya kepada al-Habib Umar bin Hafidz, menanyakan,
“Kenapa ziarah maqam Awliya (Para Wali Allah) ? sedangkan mereka tiada memberi kuasa apa-apa dan tempat meminta hanya pada Allah…!!!”
Al-Habib Umar bin Hafidz lantas menjawab:
“Benar wahai saudaraku, aku juga sama pegangan denganmu bahwa mereka tiada mempunyai kekuasaan apa-apa. Tetapi sedikit perbedaan aku dengan dirimu, karena aku lebih senang menziarahi mereka karena bagiku mereka tetap hidup dalam membangkitkan jiwa yang mati ini kepada cinta Tuhan.
Tapi aku juga heran, kenapa engkau tiada melarang aku menziarahi ahli dunia, mereka juga tiada kuasa apa-apa. Malah mematikan hati. Yang hidupnya mereka bagiku seperti mayat yang berjalan. Kediaman mereka adalah pusara yang tiada membangkitkan jiwa pada cinta Tuhan.
Kematian dan kehidupan di sisi Allah adalah jiwa. Banyak mereka yang dilihat hidup tapi sebenarnya mati, banyak mereka yang dilihat mati tapi sebenarnya hidup, banyak yang menziarahi pusara terdiri dari orang yang mati sedangkan dalam pusara itulah orang yang hidup.
Aku lebih senang menziarahi maqam kekasih Allah dan para syuhada walaupun hanya pusara, tetapi ia mengingatkan aku akan kematian, kerena ia mengingatkan aku bahwa hidup adalah perjuangan, karena aku dapat melihat jiwa mereka ada kuasa cinta yang hebat sehingga mereka dicintai oleh Tuhannya lantaran kebenarannya cinta.
Wahai saudaraku, aku ziarah maqam Awliya, karena pada maqam mereka ada cinta, lantaran Cinta Allah pada mereka seluruh tempat persemadian mereka dicintai Allah. Cinta tiada mengalami kematian, ia tetap hidup dan terus hidup dan akan melimpah kepada para pencintanya. Aku berziarah karena sebuah cinta mengambil semangat mereka agar aku dapat mengikut mereka dalam mujahadahku mengangkat tangan di sisi maqam mereka bukan meminta kuasa dari mereka, akan tapi memohon kepada Allah agar aku juga dicintai Allah, sebagaimana mereka dicintai Allah.”
“Kenapa ziarah maqam Awliya (Para Wali Allah) ? sedangkan mereka tiada memberi kuasa apa-apa dan tempat meminta hanya pada Allah…!!!”
Al-Habib Umar bin Hafidz lantas menjawab:
“Benar wahai saudaraku, aku juga sama pegangan denganmu bahwa mereka tiada mempunyai kekuasaan apa-apa. Tetapi sedikit perbedaan aku dengan dirimu, karena aku lebih senang menziarahi mereka karena bagiku mereka tetap hidup dalam membangkitkan jiwa yang mati ini kepada cinta Tuhan.
Tapi aku juga heran, kenapa engkau tiada melarang aku menziarahi ahli dunia, mereka juga tiada kuasa apa-apa. Malah mematikan hati. Yang hidupnya mereka bagiku seperti mayat yang berjalan. Kediaman mereka adalah pusara yang tiada membangkitkan jiwa pada cinta Tuhan.
Kematian dan kehidupan di sisi Allah adalah jiwa. Banyak mereka yang dilihat hidup tapi sebenarnya mati, banyak mereka yang dilihat mati tapi sebenarnya hidup, banyak yang menziarahi pusara terdiri dari orang yang mati sedangkan dalam pusara itulah orang yang hidup.
Aku lebih senang menziarahi maqam kekasih Allah dan para syuhada walaupun hanya pusara, tetapi ia mengingatkan aku akan kematian, kerena ia mengingatkan aku bahwa hidup adalah perjuangan, karena aku dapat melihat jiwa mereka ada kuasa cinta yang hebat sehingga mereka dicintai oleh Tuhannya lantaran kebenarannya cinta.
Wahai saudaraku, aku ziarah maqam Awliya, karena pada maqam mereka ada cinta, lantaran Cinta Allah pada mereka seluruh tempat persemadian mereka dicintai Allah. Cinta tiada mengalami kematian, ia tetap hidup dan terus hidup dan akan melimpah kepada para pencintanya. Aku berziarah karena sebuah cinta mengambil semangat mereka agar aku dapat mengikut mereka dalam mujahadahku mengangkat tangan di sisi maqam mereka bukan meminta kuasa dari mereka, akan tapi memohon kepada Allah agar aku juga dicintai Allah, sebagaimana mereka dicintai Allah.”
Apakah fawaid menziarahi Ulama dan Auliya?
Ada seorang yang berpaham Wahabi bertanya kepada al-Habib Umar bin Hafidz, menanyakan,
“Kenapa ziarah maqam Awliya (Para Wali Allah) ? sedangkan mereka tiada memberi kuasa apa-apa dan tempat meminta hanya pada Allah…!!!”
Al-Habib Umar bin Hafidz lantas menjawab:
“Benar wahai saudaraku, aku juga sama pegangan denganmu bahwa mereka tiada mempunyai kekuasaan apa-apa. Tetapi sedikit perbedaan aku dengan dirimu, karena aku lebih senang menziarahi mereka karena bagiku mereka tetap hidup dalam membangkitkan jiwa yang mati ini kepada cinta Tuhan.
Tapi aku juga heran, kenapa engkau tiada melarang aku menziarahi ahli dunia, mereka juga tiada kuasa apa-apa. Malah mematikan hati. Yang hidupnya mereka bagiku seperti mayat yang berjalan. Kediaman mereka adalah pusara yang tiada membangkitkan jiwa pada cinta Tuhan.
Kematian dan kehidupan di sisi Allah adalah jiwa. Banyak mereka yang dilihat hidup tapi sebenarnya mati, banyak mereka yang dilihat mati tapi sebenarnya hidup, banyak yang menziarahi pusara terdiri dari orang yang mati sedangkan dalam pusara itulah orang yang hidup.
Aku lebih senang menziarahi maqam kekasih Allah dan para syuhada walaupun hanya pusara, tetapi ia mengingatkan aku akan kematian, kerena ia mengingatkan aku bahwa hidup adalah perjuangan, karena aku dapat melihat jiwa mereka ada kuasa cinta yang hebat sehingga mereka dicintai oleh Tuhannya lantaran kebenarannya cinta.
Wahai saudaraku, aku ziarah maqam Awliya, karena pada maqam mereka ada cinta, lantaran Cinta Allah pada mereka seluruh tempat persemadian mereka dicintai Allah. Cinta tiada mengalami kematian, ia tetap hidup dan terus hidup dan akan melimpah kepada para pencintanya. Aku berziarah karena sebuah cinta mengambil semangat mereka agar aku dapat mengikut mereka dalam mujahadahku mengangkat tangan di sisi maqam mereka bukan meminta kuasa dari mereka, akan tapi memohon kepada Allah agar aku juga dicintai Allah, sebagaimana mereka dicintai Allah.”
“Kenapa ziarah maqam Awliya (Para Wali Allah) ? sedangkan mereka tiada memberi kuasa apa-apa dan tempat meminta hanya pada Allah…!!!”
Al-Habib Umar bin Hafidz lantas menjawab:
“Benar wahai saudaraku, aku juga sama pegangan denganmu bahwa mereka tiada mempunyai kekuasaan apa-apa. Tetapi sedikit perbedaan aku dengan dirimu, karena aku lebih senang menziarahi mereka karena bagiku mereka tetap hidup dalam membangkitkan jiwa yang mati ini kepada cinta Tuhan.
Tapi aku juga heran, kenapa engkau tiada melarang aku menziarahi ahli dunia, mereka juga tiada kuasa apa-apa. Malah mematikan hati. Yang hidupnya mereka bagiku seperti mayat yang berjalan. Kediaman mereka adalah pusara yang tiada membangkitkan jiwa pada cinta Tuhan.
Kematian dan kehidupan di sisi Allah adalah jiwa. Banyak mereka yang dilihat hidup tapi sebenarnya mati, banyak mereka yang dilihat mati tapi sebenarnya hidup, banyak yang menziarahi pusara terdiri dari orang yang mati sedangkan dalam pusara itulah orang yang hidup.
Aku lebih senang menziarahi maqam kekasih Allah dan para syuhada walaupun hanya pusara, tetapi ia mengingatkan aku akan kematian, kerena ia mengingatkan aku bahwa hidup adalah perjuangan, karena aku dapat melihat jiwa mereka ada kuasa cinta yang hebat sehingga mereka dicintai oleh Tuhannya lantaran kebenarannya cinta.
Wahai saudaraku, aku ziarah maqam Awliya, karena pada maqam mereka ada cinta, lantaran Cinta Allah pada mereka seluruh tempat persemadian mereka dicintai Allah. Cinta tiada mengalami kematian, ia tetap hidup dan terus hidup dan akan melimpah kepada para pencintanya. Aku berziarah karena sebuah cinta mengambil semangat mereka agar aku dapat mengikut mereka dalam mujahadahku mengangkat tangan di sisi maqam mereka bukan meminta kuasa dari mereka, akan tapi memohon kepada Allah agar aku juga dicintai Allah, sebagaimana mereka dicintai Allah.”
Subscribe to:
Posts (Atom)